Telekonferensi

Telekonferensi adalah suatu pertukaran informasi secara langsung antara dua orang atau lebih yang berada pada dua atau lebih lokasi yang berbeda dengan memanfaatkan suatu sistem telekomunikasi. Pada dasarnya telekonferensi adalah sarana komunikasi dua arah sehingga dalam pendidikan jarak jauh berperan untuk menjembatani komunikasi antara peserta ajar dengan nara sumber, khususnya dalam pemberian layanan bantuan belajar.

Ada dua jenis telekonferensi, yaitu telekonferensi audio dan telekonferensi video. Dalam telekonferensi audio, informasi yang dipertukarkan berupa suara sedangkan dalam telekonferensi video informasi yang dipertukarkan dalam bentuk suara dan gambar hidup yang sinkron dengan suara. Oleh karena itu dalam telekonferensi video dibutuhkan pita komunikasi (bandwidth) lebih besar dari telekonferensi audio.

Ada beberapa sarana telekomunikasi yang bisa dipakai untuk mendukung telekonferensi audio, yaitu: telephone, satelit,  dan internet. Penyelenggaraan telekonferensi audio dengan memanfaatkan telepon dapat dilakukan dengan memanfaatkan layanan PERMATA (Pertemuan Melalui Telepon Anda) dari PT Telkom. Layanan Permata telah tersedia diberbagai kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujung Pandang, Menado dan Medan (Telkom, 2002). Dengan layanan PERMATA, sebanyak 30 nomor sambungan dapat dihubungkan sehingga terjadi konferensi. Partisipasi dalam PERMATA dapat dilakukan dari telepon yang ada di rumah, kantor, wartel, atau bahkan dari telepon umum. Walaupun hanya mampu menghubungkan 30 sambungan telepon secara simultan tidak berarti bahwa konferensi hanya bisa diikuti oleh 30 peserta. Peserta yang tinggalnya berdekatan dapat bersama-sama menggunakan satu speaker phone yang dilengkapi dengan mic sehingga setiap orang dapat mendengar pembicaraan dan dapat berpartisipasi dalam telekonferensi.

Struktur biaya hanya mempunyai satu komponen yaitu pulsa telepon selama mengikuti telekonferensi. Pemanfaatan PERMATA untuk penyelenggaraan telekonferensi dalam rangka pembelajaran jarak jauh ini dari segi biaya tidaklah terlalu memberatkan bagi peserta yang tinggal di kota tempat penyelenggaraan telekonferensi karena mereka tidak harus membayar tarif interlokal. Bagi peserta yang harus membayar biaya pulsa interlokal tentunya hal ini memberatkan bagi sebagian peserta karena mahalnya tarif interlokal di Indonesia. 


Walaupun penetrasi telepon di perumahan hanya 2.5% (Titan, 1997), namun pada kalangan berpenghasilan menengah ke atas penetrasi telepon sebesar 70% (Marketing Intelligence Corporation, 2000).  Sekalipun demikian akses pada telepon bagi kalangan ekonomi lemah sangat terangkat dengan hadirnya warung telekomunikasi yang berjumlah tak kurang dari 180.000 buah (Tjokrosudarmo, 2001)   yang tersebar diseluruh pelosok tanah air. Wartel ini menyediakan layanan telepon bagi masyarakat umum.  Sarana telepon ini mempunyai aksesibilitas yang tinggi karena selain jumlah wartel yang sangat banyak, tarifnyapun lebih murah dari tarif telepon bagi perumahan. Sayangnya layanan PERMATA masih terbatas pada enam kota tersebut di atas sehingga pemanfaatan dalam skala besar akan sulit karena akan ada peserta yang harus menanggung biaya interlokal.

Telekonferensi video memungkinkan penyelenggaraan perkuliahan secara jarak jauh dimana pengajar dapat menyaksikan aktivitas peserta ajar di tempat lain dan sebaliknya peserta ajar dapat menyaksikan aktivitas pengajar dan peserta ajar di tempat lain. Pada setiap ruang penyelenggaraan telekonferensi video terdapat sekurang-kurangnya satu set televisi untuk menampilkan aktivitas di lokasi lain dan satu kamera video yang berfungsi untuk mengambil gambar hidup dari aktifitas ruang tersebut dan mengirimkan ke ruangan lain dan satu peralatan yang berfungsi untuk mengirim citra aktivitas ke lokasi lain dan menerima citra aktivitas dari lokasi lain. Investasi peralatan untuk telekonferensi video sekitar 20.000 USD atau sekitar Rp 200 juta lebih per lokasi (Moore & Kearsley, 1996)

Selain biaya investasi peralatan yang mahal, biaya operasi telekonferensi video juga mahal karena membutuhkan pita komunikasi yang lebih lebar . Hal ini disebabkan karena  selain mengirimkan informasi dalam bentuk suara juga mengirimkan informasi dalam bentuk gambar bergerak. Biasanya diperlukan saluran komunikasi melalui satelit yang tarif non-komersial mencapai 100 USD/jam untuk kecepatan 112 Kbps dan 150 USD untuk 336 Kbps (LVC, 2002). Di Indonesia, tarif penyelenggaraan konferensi video melalui Indosat Video Link diatur berdasarkan jarak yang diklasifikasikan dalam tujuh zone. Tarif zone I (termurah) adalah Rp 705.600 untuk kecepatan 128 Kbps dan Rp 2.116.800 untuk kecepatan 384 Kbps. Biaya tersebut baru mencakup biaya telekomunikasinya dan belum mencakup biaya sewa ruang dalam gedung milik Indosat yang minimal sebesar 80 USD per jam untuk ruangan berkapasistas 12 orang. (Indosat 2002).

Pengiriman data video satu arah yang bagus untuk ukuran 15 frame per detik 248 x 200 pixel memerlukan memerlukan bandwidth sebesar 167 kbps (Sorenson, 2002). Karena telekonferensi video merupakan komunikasi dua arah, maka diperlukan bandwidth sebesar dua kali 167 kbps atau 334 kbps.  Bandwith kurang dari 300 kbps akan menyebabkan gerakan gambar video tidak tampak mulus namun terputus-putus dan tidak enak dipandang.

Selain itu, karena mahalnya investasi dan biaya operasionalnya,  fasilitas telekonferensi video ini tidak banyak yang memiliki. Akibatnya, peserta telekonferensi video harus datang pada tempat tertentu pada jam tertentu untuk mengikuti perkuliahan jarak jauh. Hal ini jelas akan menurunkan taraf fleksibilitas dari penyelenggaraan program pendidikan jarak jauh.

ARTIKEL TERKAIT: